TagBoard 
nama

URL or Email

pesan(smilies)



arsip


Sunday, August 17, 2003
Like Mother, Like House


Anda tentu bisa menggambarkan tiap detail rumah yang Anda tempati saat masih kecil. Karena bagi anak kecil, rumah adalah tempat bermainnya pertama yang ia kenal. Bagi seorang pekerja, rumah lebih bermakna sebagai tempat merenggangkan otot. Sedangkan bagi ibu rumah tangga ?

Seorang ibu rumah tangga di Kemang menginterpretasikan rumah betul-betul sebagai tempat tinggal. Dengan seorang putri berusia empat tahun dan suami pengusaha kafe, konsep minimalis, bersih, dan modern menjadi pilihan sebagai tempat untuk menghabiskan waktunya. "Nyaman karena berkesan lebih luas, praktis karena mudah dalam perawatan serta tidak membutuhkan banyak pernak-pernik dekorasi," kata pemilik rumah.

Saya membayangkan, masa kecil gadis kecil anak pemilik rumah ini. Gadis kecil yang kadang melongok ke luar di waktu malam. Ia akan tampak seperti putri di sebuah kastil biru yang tengah menunggu pengagum. Kastil yang mengambang di atas cahaya karena sorot lampu yang mengarah ke atas. Tidak seperti dalam dongeng, putri itu menikmati kastil yang sebenarnya tidaklah terlalu luas, karena memang Kerajaan Kemang nan padat tidak mengizinkannya. Luas bangunan boks dua lantai lurus dari bawah ke atas membuat bangunan tiga lantai itu tampak longgar.

Kala gadis kecil itu pulang mengikuti ibunya shoping, ia akan disambut kanopi alumnium yang berada tepat di atas entrance dan tangga masuk. Jika ia sempat mendongak, mungkin merengek ke ibunya, grill kayu pada sisi atas dan jendela kanopi flat beton datar seakan tersenyum mengingatkannya dan seperti berbisik berkata," Jangan nakal." Tegas namun lembut.

Lalu gadis kecil itu berlari menuju kolam renang, duduk di pinggir kolam dan mencelupkan dua kakinya. Tatapnya lurus menembus kaca menatap ibunya yang duduk di ruang dalam. Kolam renang itu bukan sisi luar, tapi wilayah dalam yang merupakan bagian dari pemisahan publik dan privat.

Ibunya mungkin akan segera mengingatkannya agar tidak berlama-lama bermain air, dan bisa-bisa tercebur kuyub. Sebelum suara keras terlepas, panil-panil kayu pada dinding mengingatkannya untuk tetap hangat dan bersahabat. Panil-panil itu, seperti tak terelakkan, membuat rumah modern kontemporer berkesan lebih lunak sebagai penyeimbang ketegasan aluminium yang seakan ditebar di berbagai sudut.

Saya membayangkan ibu itu tidak jadi marah, ia lebih suka menggamit gadis kecilnya dan mengajaknya ke dapur. Ruang itu menjadi tempat bernegosiasi untuk tidak saling cemberut. Mereka bisa melihat senyum yang terpantul dari perlengkapan masak, meja dapur, cabinet, dinding meja hingga kursi-kursi yang semuanya terbuat dari stainles atau metal silver.

Jangan membayangkan logam-logam itu membuat suasana kaku. Karena permainan lampu dengan tungsen yang kreatif membuatnya terasa hangat, ramah, dan mengundang. Dari tempat ini pula mereka bisa menangkap tubuh sang ayah yang baru saja pulang. Dapur itu tampak terbuka ke ruang makan dan ruang duduk. Sehingga lambaian ayah gadis kecil itu dengan mudah dipindai mata kecilnya.

Seusai memasak cemilan usai, gadis kecil itu menggamit ibunya ke ruang baca. Ruang yang jelas terpisah dari ruang kerja ayahnya. Tak seperti ruang lainnya, dinding krem lembut hangat menyiratkan bahwa inilah tempat kerja perempuan. Si gadis kecil segera duduk di kursi berbalut velvet halus. Ia akan tampak anggun di antara coklat tanah dan merah marun itu, sementara ibunya mengambilkan satu buku cerita. Dan saya masih membayangkan, ia membacakan buku "Totto-chan". Buku yang membuat saya membayangkan "gadis kecil di jendela" itu.
anggoro gunawan

Tulisan ini interpretasi dari sebuah tulisan berjudul Cozy House for Modern Woman, hal 132, Majalah A+ edisi April - Mei.

posted by ang 10:30 PM




blog TOELIS, diisi oleh beberapa manusia. jika berminat untuk ikut menggunjingkan, menumpahkan, membumikan, atau mengumpatkan apa saja silakan kirim email ke anfus@frogshit.com dengan subject: ruang tulis