TagBoard 
nama

URL or Email

pesan(smilies)



arsip


Saturday, October 26, 2002
Lontaran Mas Farid bagus, tapi satu hal yang saya pikirkan. Dalam komunitas preman, seringkali nama asli tidak beken. Sama dengan misalnya penjual nasi goreng langganan saya di daerah Setiabudi. Namanya Agus, tapi jarang yang tahu. Kebanyakan orang mengenalnya sebagai Si Gondrong. Nama alias ini, menurut saya, lebih mirip dengan nama artis. Toh kita jarang yang tahu nama asli artis, misalnya Akhadi Wira Satriaji. Orang tidak akan tahu nama itu. Begitu disebutkan Kaka, kerut kening pembaca menjadi hilang, dan otak langsung menuju ke vokalis bertubuh kerempeng bergigi keropos itu.

Celakanya, dalam dunia preman, mereka selalu memonitor koran-koran. Sehingga , misalnya si Jabrik (katakanlah begitu), tertangkap karena merampok, teman-teman perampok lainnya yang membacanya akan langsung kabur ke luar wilayah. Jika disebutkan nama lengkap, mereka kebanyakan tidak tahu. Tapi begitu melihat nama tersangka Jabrik ditulis dengan embel=embel 'merampok di Bintaro', mereka akan mahfum, Si Jabrik temannya itulah yang ditangkap polisi.

Di sini, kalau menurut saya lebih cenderung ke nama alias, tanpa mengesampingkan nama asli. Karena, katakanlah, si Agus penjual nasi goreng itu dikeroyok masa, saya akan tahu dengan sembutan 'Si Gondrong'.

nb: buat Mas Farid, jika mau gabung tolong beri informasi alamat emailnya, nanti akan saya proses sesuai prosedur yang berlaku. terima kasih.

posted by ang 9:00 PM
Tuesday, October 22, 2002
itu tadi farid gaban. tadi, dia lihat aku ngetik di blogger trus pengen ikut posting. Tapi, dia belum bisa posting sendiri, jadi kirim lewat aku dulu. Gimana Nggor? Mas Farid dimasukin nggak nih?
posted by wahyu.dhyatmika 9:34 AM

Topik : Nama Tersangka dan Orang di Jalanan
Pengirim : Farid Gaban


Teman-teman,



Pernahkah kita mengamati mengapa hampir setiap
tersangka yang ditangkap polisi memiliki nama alias? Kasus terakhir menyangkut
nama seorang tersangka peledak "bom Gerakan Aceh Merdeka". Berikut ini
saya kutipkan dari laporan teman Tempo News Room:







...
Tempo News Room berkesempatan mewawancara tersangka Ramli alias John
alias Sandi Candra (41 tahun) secara singkat. Ramli dijaga ketat oleh
tiga petugas brimob lengkap dengan senjata SS...







Saya menduga nama dan alias itu dikutip dari BAP
polisi. Tapi sebenarnya manakah yang benar-benar asli milik dia?



Sebagai wartawan, menurut saya, kita harus
memakai asas formal ketika menyebut nama seseorang, bahkan jika nama itu
milik seorang tersangka atau korban kecelakaan lalu-lintas di jalanan. Yang saya
maksud dengan asas formal adalah menggunakan nama dalam Kartu Tanda Penduduk
(KTP) atau kartu nama. Dan jika dua kartu itu tidak kita dapatkan,
wartawan sebaiknya bertanya kepada yang bersangkutan "Siapa nama Anda?"
Jawaban dari tersangka itulah yang kita pakai.



Mana dari tiga nama tadi yang oleh orangnya
sendiri dipakai untuk mengidentifikasi dirinya: Ramli, John atau Sandi Candra?
Bahkan jika si tersangka menjawab "Ramli" kita masih perlu bertanya
"Boleh kami tahu lengkapnya? Ramli siapa?" Umumnya orang, bahkan jika
dia tersangka, memiliki dua penggal nama: depan dan belakang.



Kenapa kita cenderung menyebut nama pejabat atau
eksekutif perusahaan dengan nama lengkap (Amien Rais, Tanri Abeng), tapi
menyebut orang kecil di jalanan dengan satu nama (Ramli, John)?



Ini mungkin nampak sepele. Tapi, saya menduga, di
belakang fenomena itu tersembunyi bias kita, para wartawan, terhadap elit. Kita
tidak terlalu peduli dengan orang-orang kecil di jalanan. Itu sebabnya pula kita
hanya cenderung percaya saja pada kutipan polisi atau BAP yang mereka buat.



Sudah saatnya kita melawan bias semacam itu. Dari
hal-hal kecil.



salam,

fgaban


posted by wahyu.dhyatmika 9:23 AM

Yang di bawah, diposting dari sebuah milis temenku di Bali. Sudah kukirim ke TNR-16. Tapi kupikir, juga bisa memperkaya blogger kita.
posted by wahyu.dhyatmika 9:07 AM

-------------------------
Bagian Pertama :
-------------------------

Saya diberikan fax yang berisi copy sebuah media intern Masjid di Jakarta yang menyatakan ada perusakan mesjid di Bali terkait dengan kasus Bali Blast 12 Oktober kemarin. Melalui email ini saya mohon bantuannya untuk menyebarluaskan bahwa TIDAK ADA perusakan mesjid di Bali. Setahu saya, setelah kemarin pulang ke Bali, TIDAK ADA gerakan/aksi sentimen agama setelah kasus Bali Blast. Namun, opini pribadi yang muncul dari berbagai obrolan patut saya akui ada yang mengandung sentimen agama.Itupun karena realitas media yang dimunculkan selama ini.

Tidak mengerti..

Barangkali otak saya terlalu dangkal untuk memahami arti sebuah lobang besar dan reruntuhan di depan mata saya ini. Sama halnya ketika saya mencoba berhitung-hitung kok ya bisa, bom sekecil itu dapat memporakporandakan tempat seluas ini.
....................dahsyat.tapi juga mengerikan.
(selama ini saya mengenal bom hanya melalui
film yang saya tonton)

Otak saya bekerja keras untuk menggali kembali bank memory mengenai jalan legian ini. Dan sangat susah mengingatnya
karena apa yang saya lihat sekarang dan apa yang terekam dahulu berbeda 180 derajad. Semua berubah total.

Panin Bank, tempat saya biasanya membayar rekening listrik waktu SMP dulu. Kemudian kantor pos kecil tempat saya mengambil honor dari majalah Ananda, juga waktu SMP. Gang popies, jalan yang saya lalui kalau mau ke pantai kuta dngan naik motor.Lalu di depannya, adalah gang menuju rumah teman akrab saya waktu SMP. Di sebelahnya, adalah toko kaset milik seorang teman waktu SMA. Saya masih ingat kaset yang saya beli dari dia adalah pesanan teman dari surabaya.
.......................kini semuanya amblas.

Saya tidak mengerti. Dan mungkin tidak akan pernah mengerti kenapa ada orang yang memasang bom di tempat itu. Banyak
orang yang juga mungkin tidak mengerti.
........................kenapa kami ? Apa salah kami ?
(kutipan sebuah tulisan
pada spanduk keprihatinan)


Saudara saya yang berada sekitar 50 - 70 meter dari lokasi ledakan, saat ini, pasti juga bertanya-tanya. Kenapa
musti besi yang terlempar karena ledakan itu mesti menusuk perutnya. Untunglah saat ini kondisinya sudah membaik. Namun tetap saja ketidakmengertian itu membayang.

Ketidakmengertian itu kadang berbuah menjadi pertanyaan, umpatan, makian, sumpah serapah,tangisan, ratapan, kutukan,
atau sekadar kebisuan. Seperti malam itu, saat saya memberanikan diri menjejakkan kaki di lokasi itu. Sebatang pohon tiba-tiba saja dipenuhi ratusan burung kecil. Anehnya,tidak terdengar kicauan mereka. hanya kepak sayap yang berpindah dari satu dahan ke dahan yang lain. Puluhan pasang mata pengunjung -- termasuk saya -- menyaksikan itu. Seorang petugas akhirnya meenggoyang pohon itu. Dan......beterbanganlah ratusan burung-burung itu. Anehnya, tetap tanpa suara. Jam 23.15 -- saya ingat betul,karena saya sempat melihat jam tangan -- seakan menjadi sangat mencekam. Bulu kuduk saya merinding dasn menjadi alasan utama saya untuk bergegas menyeret kakak saya pulang. Aroma ribuan karangan bunga, asap dupa dan bau lilin terbakar sangat menyengat (bayangkan, jika itu ditambah bau mayat, seperti dua hari setelah kejadian)
.........................ini melengkapi belasan cerita seram yang saya dengar dari para tetangga dan saudara sebanjar.

Ngeri. Merinding.

Saya sering masuk kuburan. Namun, memasuki lokasi tempat terbunuhnya ratusan orang secara mengenaskan, baru kali ini. Barangkali itulah yang dialami para tentara dan polisi yang bertugas di sana. Walaupun memegang senjata lengkap
seperti mau perang, tetap saja mereka merasa tidak lengkap jika tidak ditemani para tetua dan pemuda setempat untuk
berjaga. Belasan cerita menjadi alasan mereka. Klakson rongsokan mobil tiba-tiba berbunyi, suara musik, denting botol, hingga teriakan "help" samar-samar. Entah benar entah tidak, tapi paman saya yang menjadi pemangku, meyakinkan saya bahwa tempat itu saat ini dipenuhi arwah penasaran.

Paling tidak, rasa tidak enak. Bayangkan, jika anda baru bangun dan keluar rumah dan mendapati sepotong betis lengkap dengan sepatu tergeletak begitu saja di halaman rumah Anda...
............................adik sepupu saya sampai
pingsan karena hal ini. Tetangga saya malah
mendapat bonus lengan plus jam tangan.


bersambung......


--
Satrya Wibawa
Menyaksikan ribuan burung terdiam.

Ketidakpedulian dan kesabaran
memiliki persamaan identik:
Keduanya ada batasnya.

-------------------------
Bagian Kedua :
-------------------------

Sambungan...
Ini barangkali tidak terkait dengan topik
yang selalu dibicarakan di milis.........
Ini hanyalah email ungkapan hati.
Subyektif, tapi semoga tidak emosional.

Jika tidak berkenan, mohon dihapus saja.


Amarah.Pasrah.

Selalu ada episode kemarahan dalam drama kita. Seperti juga kini. Namun, canggung rasanya berada di tengah hawa amarah orang-orang yang tidak tahu harus marah kepada siapa. Barangkali sebuah kata lain dari pasrah....

Pak Tut saya, belasan tetangga saya, teman-teman saya. Mencoba melampiaskan marah. Melalui "ngorta" (ngobrol) atau sekadar melemparkan guyon yang sesungguhnya tidak lucu. Nama-nama Osama, Jafar Umar, Baasyir,Hamzah Haz, bahkan
tommy soeharto tiba-tiba saja menjadi terkenal.

Pak Tut saya, yang dulunya lebih suka ngobrol soal gamelan dan sering mengomeli saya karena saya tidak bisa main gamelan, sekarang ganti mengajak saya berdiskusi soal laskar jihad. Semua orang menjadi sangat tahu sepak trjang FPI, Laskar Jihad hingga mujahidin.

Walau saya tahu pasti, referensi mereka hanyalah media massa yang mereka persepsikan sendiri.

Bli Man, mantan hansip yang kini ongkang-ongkang kaki, karena baru saja menerima uang milyaran hasil menjual tanah, dengan berapi-api meledakkan amarah di depan para tetangga selesai ngelawar.
...............................(maaf,barangkali menyakitkan
tapi, banyak dari mereka yang
menyamakan Islam dng FPI dan
laskar jihad.)

Gamang rasanya berada di dalam arus kemarahan itu. Walau hanya berupa kata-kata. Saya tidak ingin berusaha menjadi yang paling benar. bagi saya, biarkanlah wacana itu dilampiaskan dalam kata-kata saja. Saya yakin, tidak akan mereka salurkan dalam bentuk merusak simbol-simbol Islam sebagai perwujudan amarah.

Menuduh. Berteduh.

jangan salahkan bli man dan pak tut. Pikiran mereka terlalu sederhana untuk mencerna persoalan-persoalan politis yang
berat dan rumit.Mereka hanya membayangkan kesuraman di depan mata karena pariwisata, satu-satunya sumber pencaharian --terganggu stabilitasnya.entah sampai kapan.
.....................................boleh jadi ini keberhasilan propaganda Amerika dengan
tuduhan Islam radikalnya atau
karena kekuatan media yang
membuat mereka mengidentikkan Islam
dengan pedang. sorban dan jihad ala FPI
dan laskar Jihad.

Lagipula, apa bedanya dengan saling tuding satu pihak dengan pihak lainnya yang bertebaran di media massa. Satunya menduuh amerika, CIA, atau kekuatan asing, satunya menuduh militer, satunya menuduh Islam radikal. Pusing rasanya.

Dengan menuduh, barangkali amarah akan tersalurkan. Saya mencoba berpikir positif. Asalkan tidak destruktif. Bahkan, di sepanjang sekian belas meter spanduk keprihatinan di jalan legian, saya tidak satupun membaca kata-kata yang menyangkut sentimen agama. Semua satu kata... Teroris.Tidak perduli, siapa teroris itu.
....................................hanya ada satu kalimat yang menyebut Osama bin Laden. Itupun ditulis bule.

capek rasanya mendengar orang-orang saling menuduh. Sebab, semua hal menjadi serba mungkin. Lengkap dengan
pembenaran-pembenarannya. Teori konspirasi kekuatan asing, CIA, AMerika, yahudi, Islam radikal, Osama bin Laden, Laskar jihad, Militer-TNI, Tommy Soeharto bertebaran di mana-mana. Seperti sebagai caraberteduh di bawah tuduhan.
Barangkali memang nyaman untuk sementara. Tapi, nanti?
....................................kakak saya membawa
teori baru lagi. bagaimana kalau ini perang
antar mafia narkotika, katanya.
malah, adik sepupu saya, yang minggu
itu melangsungkan upacara pernikahan,punya
teori konyol: "ade enu sing demen tiang
nganten ajak desak" (ada yang tidak suka saya
menikah dengan Desak)


Pelaku. terpaku.

Pentingkah sekarang ini meributkan pelakunya ? Saya sendiri tidak tahu. banyak tetangga saya -- setelah puas memaki-maki itu -- dengan cepat melupakan topik obrolan mereka soal beragam teori pelaku pemboman itu. Mereka hanya ingin, kehidupan harus jalan terus. Operasionalnya, dalam bayangan saya, ya, marilah semuanya direhabilitasi. mau bangun monumen kek, mau SC dibangun lagi,kek. Asal, kehidupan tetap berjalan.

Saya juga tidak ingin Kuta mati. tentu saja penyucian kembali tempat yang leteh (kotor) itu harus tetap berjalan. Seiring dengan investigasi, siapa pelakunya.
....................................Pak tut punya
saran yang menyejukkan: "Biarkanlah hukum karma
berjalan. pasti dia akan dihukum sesuai
kejahatannya"

Namun, sontak saya terpaku ketika membaca berita di harian lokal bahwa jafar Umar menyatakan tidak prihatin dengan kasus itu, karena yang meninggal itu berada di tempat kotor (maksiat). Sadarkah pak jafar bahwa puluhan lainnya yang meninggal itu orang yang lewat di jalan.Orang yang mungkin tidak pernah berpikir untuk masuk ke SC (kalau memang Sc tempat maksiat).

Jujur saja, ingin rasanya melihat langsung isi kepala Bapak Jafar Umar. Adakah isinya atau tidak.

dan saya terpaku lagi ketika salah seorang teman menunjukkan copy sebuah media intern masjid di jakarta. saya kurang jelas melihat alamatnya. Yang jelas, pada media itu menyatakan ada perusakan masjid di Bali karena kasus Bali blast. rasanya, saya tidak pernah mendengar kabar seperti itu. Untungnya sang teman menyatakan beberapa organisasi keagamaan sudah melakukan klarifikasi dan membantah berita itu.

Lama kelamaan, saya semakin takut. kita akhirnya bertengkar sendiri. sementara orang lain tertawa terbahak-bahak.


posted by wahyu.dhyatmika 8:56 AM




blog TOELIS, diisi oleh beberapa manusia. jika berminat untuk ikut menggunjingkan, menumpahkan, membumikan, atau mengumpatkan apa saja silakan kirim email ke anfus@frogshit.com dengan subject: ruang tulis