TagBoard 
nama

URL or Email

pesan(smilies)



arsip


Thursday, August 15, 2002
Asem, kau di Magelang toh, Nggor...
posted by mr 2:44 AM
Tuesday, August 13, 2002
menarik sekali paparan Komang. Memang, kalau kita mengikuti polah tingkah politisi bikin stress. Tapi aku berterima kasih kepada Komang yang telah menulis panjang lebar dengan runtut nan manis. Aku jadi iri dengan kemampuan Komang mengolah informasi, instingnya yang genit, dan naluri wartawannya yang bergejolak. Di Magelang sini, aku membaca koran-koran lokal yang kebanyakan tidak menyajikan fakta. Yang mereka sajikan omongan, dan kita tahu seperti apa omongan politisi, licin. Belum lagi, koran daerah sering mengutip orang-orang yang tak selayaknya membicarakan partai. Bahkan terkadang aku heran, sekian lama aku liputan di DPR belum pernah aku dengar nama itu, tapi komentarnya menjadi HL di koran daerah.

Menurutku ini mengerikan, apa yang dibaca orang daerah menjadi terbias. Seolah omongan, katakanlah Irwan Prayitno, sudah mewakili sikap Fraksi Reformasi. Atau sosok Marah Simon digambarkan sebagai tokoh hebat yang mempunyai pengaruh di PDIP. Ini namanya perangkap informasi. Aku jadi ingat manakala menjelang dan saat Sidang Istimewa digelar. Ada seorang sosok unik, dan ia masih ada di DPR. Orang ini tugasnya menjadi wartawan bagi wartawan lain. Tentu saja kita tahu, wartawan-wartawan tua yang biasanya ngendon di DPR, atau wartawan daerah lah yang sering menggunakannya. Mereka memanfaatkannya sebagai 'kantor beritanya'. Ada kejadian unik, ia saat itu menulis berita ke beberapa koran daerah. Celakanya ia salah menyebutkan jam dekrit presiden. Ini fatal, karena setahuku ada dua media, dari Semarang dan Bandung, yang menggunakannya. Memuatnya menjadi HL. Pada apa yang dia tulis itu salah. Kacau. Parahnya lagi, di DPR dia dikenal sebagai wartawan pro Gus Dur. Maka tidak heran jika aku pulang ke Magelang, sosok Gus Dur seperti tak ada cela.

Tampaknya untuk menulis pernak-pernik permainan seperti ini butuh ruang yang luas. Dan menyitir puisi Mr Bags (dengan plesetan), kosongkan gelas lantas masturbasi.

posted by ang 7:39 PM
Monday, August 12, 2002
Mang, jangan lantas suka puisiku bagian I jika laki-laki yang kuceritakan sama 'buta'nya dengan dirimu di Sidang Tahunan. Tapi, Mang, sebuah kerja di bawah keharusan mengencangkan otot dan otak selalu membuat batas dengan diri kita. Kau sudah bekerja, yang aku pikir, sudah mati-matian begitu.

Membaca reportasemu sungguh mencengangkan: aku terlibat dengan apa yang kauceritakan. Prestasi yang luar biasa dalam penulisan, bukan? Aku mengikuti bukan saja gerak dan gerikmu dengan segala kepanikan di gedung siput itu, tapi sekaligus mengikuti apa yang kaupikirikan ketika bergerak itu. Jika aku ada di posisimu saat itu, mungkin aku juga sama sepertimu. Karena, seperti yang kauceritakan, kau hanya mengandalkan analisis pikiranmu, tak ditunjang oleh informasi yang cukup untuk orgasme analisismu.

Temanku yang ngepos di kejaksaan juga bilang seperti apa yang kaupikirkan. Tapi, aku tak menangkap situasi gawatnya di MPR dari pembicaraannya seperti yang kautulis di blogger ini. Kepanikan, seperti dalam sidang tahunan sebelumnya, selalu menjadi warna bagi politisi yang tidak kawakan sekalipun.

Jadi, seperti puisiku episode IV, kosongkan gelas lantas isi!!
posted by mr 5:18 AM

Sunday, August 11, 2002
yura, kamu patah hati!

posted by Komet 9:15 AM

Sidang Tahunan MPR berakhir dengan penuh teka-teki.

Saya benar-benar menyesali perhitungan saya yang keliru malam itu. Ada beberapa petunjuk kecil yang terlewat malam itu. Ada beberapa skenario yang ternyata tak terbukti. Artinya satu; saya sudah ditipu habis-habisan oleh anggota-anggota MPR sialan itu!

Ketika rapat antar fraksi, menjelang Sabtu tengah malam dinyatakan tidak bisa mengambil keputusan, saya tidak tanggap untuk dengan segera mengorek apa yang terjadi di dalam ruangan. Saya memang mewawancarai beberapa sumber, tapi saya mereportase 'materi' perdebatan, bukan 'suasana'.

Akibatnya saya ketinggalan satu langkah. Saya tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi setelah detik itu. Blank....kosong....God damn'it

***
Dalam rapat sehari sebelumnya, saya dan tim liputan sudah melakukan proyeksi, akan ada tiga hal krusial dalam Sidang Paripurna terakhir MPR. Masalah Utusan Golongan, pasal 29 dan Komisi Konstitusi.

Soal FUG, kita sudah prediksi bakal voting. Kesepakatan musyawarah (sebuah jalan keluar yang elegan, kata Amien Rais) di pasal soal agama, juga sudah kita perkirakan. Itu kita sudah tahu sejak dua hari sebelumnya.

Lalu soal komisi konstitusi, ada beberapa proyeksi. Sampai H-1, Fraksi PDIP, fraksi yang paling besar sekaligus yang paling ‘fragile’ dalam Sidang Tahunan ini, di luar dugaan, satu suara menyikapi pembentukan Komisi Konstitusi. Mereka setuju rumusan jalan tengah, untuk membentuknya pada 2003 melalui TAP MPR saja.

Yang menolak, fraksinya Amien Rais, plus pengikutnya, Bulan Bintang, Daulatul Ummah, Persatuan Pembangunan (kelompok yang disebut Alwi Shihab, gang Islam Puritan, hehehehe. PKB, Golkar dan PDIP, kata dia, adalah kelompok Nasionalis Religius. --tambah ngakak--). Jadi petanya, PDIP bergabung dengan PKB dan TNI (yang menunaikan titah Panglima) versus Amien Rais cs.

Oke, kami lalu sepakat bahwa skenario yang harus dikorek; manuver Amien Rais, di balik layar PDIP, jurus santrinya Gus Dur di PKB yang juga minta Komisi Konstitusi, dan permainan Cilangkap.

Tapi, Jumat malam, ada perkembangan baru. Dalam pemandangan akhirnya, Fraksi Cilangkap minta perubahan hasil keputusan Komisi A. Mereka minta soal Komisi Konstitusi dimasukkan ke UUD di Aturan Tambahan.

Wah, ini gawat..........

Ini artinya menyalahi kesepakatan lintas fraksi di Komisi A, yang sudah dilaporkan ke Mega di Teuku Umar.

Hmmmm....tapi, Amien rupanya bergerak cepat. Malam itu juga, ada rapat fraksi dengan pimpinan MPR. Selesainya jam 1 dini hari.

Erdian yang nongkrong di sana. Ketika dia pulang, beritanya singkat, tapi 'sedikit mengecewakan'. "Pokoknya kata Amien, usulan TNI ditolak. Sudah tidak mungkin mengubah hasil Komisi A. Tentara juga sudah setuju mencabut usulan itu," kata Erdian setiba di hotel.

So, tentara habis. Senjatanya dikeluarkan terlalu dini, dan bisa ditebak lawan. Mereka angkat tangan. Jadi tinggal PKB, Amien Rais dan PDIP yang harus diperhatikan.

Sabtu pagi, ada perkembangan lain lagi. Kelompok anti amandemen, Soewignjo, Amin Aryoso, Imam Mundjiat, Bambang Pranoto Cs juga kehabisan mesiu….

“Suara kami sudah satu. Kami setuju dengan hasil Komisi A,” kata Amin Aryoso.

Bujubene! Ada apa ini? Kelimpungan, saya mencari sumber-sumber di dalam kelompok anti amandemen. Iya, PDIP memang sudah bulat. Penyebabnya, ada kesepakatan antar fraksi, untuk membentuk Komisi Konstitusi dalam 6 bulan, bukan 1 tahun, seperti yang diminta oleh TAP MPR.

Oke……..berarti ini sudah beres. Kalau PDIP dan Tentara sudah oke dan klop dengan barisan “Islam Puritan”-nya Amien Rais, tak akan ada surprises….

Semuanya bakal mulus. Tak ada kejutan, tak ada yang aneh-aneh. Seorang sumber berbisik, akan ada interupsi dari TNI soal Komisi Konstitusi. Akh, informasi macam apa itu! Kemarin kan sudah disepakati di Rapim MPR! Kami tak percaya……

Dan –semula—Sidang memang ‘smooth’…..

Pasal 29 diketok dengan musyawarah. Beberapa aksi walk out, adalah pernak-pernik saja. Intinya, mufakat. Pasal 2 ayat 1 soal komposisi MPR akhirnya divoting. Tapi petanya sudah sangat kentara. FUG dihapus oleh mayoritas anggota.

Sabtu, jam lima sore, saya, Erdian, Wahyu, Edu dan Andi meninggalkan gedung MPR untuk ngetik berita di hotel, mandi dan makan.

Jam 21.00 wib, Sidang dibuka lagi. Pembahasan terus mengalir seperti jalan tol, sampai pada pasal Aturan Tambahan. Tentara tiba-tiba meledakkan interupsi. “Kami tetap pada usul kami untuk membentuk Komisi Konstitusi dalam Aturan Tambahan,” kata dia.

Nah lo! What happened? Kenapa ini benar-benar terjadi? Skenario apa ini? Informasi meluncur; ini perintah Panglima di Cilangkap. Komisi Konstitusi harus jadi tahun ini, dengan landasan hukum kuat. Tidak bisa tidak! Fraksi TNI/Polri harus mengamankan perintah Panglima!

Mata saya tidak berani lepas dari sidang. Adrenalin mengalir lebih kencang. Akan ada apa ini? Tentara tidak akan mundur. Apakah sikap PDIP akan kembali pecah? Bagaimana Amien mengendalikan situasi ini? Apakah sidang akan deadlock?

Interupsi terus terjadi silih berganti. Skenario itu terjadi. PKB dan kelompok anti amandemen di PDIP membonceng sikap TNI dan ikut menghujani sidang dengan cercaan dan cacian terhadap amandemen dan perlunya dibentuk Komisi Konstitusi. Ini bisa benar-benar gawat, pikir saya.

Sidang diskors untuk lobi antar pimpinan di ruang kaca.

***

Setelah rapat lobi dinyatakan deadlock, bukannya mengorek apa yang terjadi di dalam ruangan, saya malah cepat-cepat masuk ke ruangan sidang, dan memaksa masuk, meski akhirnya gagal. Petugas keamanan mempermasalahkan kartu pers saya, Andi, Wahyu, dan Erdian (yang boleh masuk dalam gedung hanya reporter teve. Namun, berhubung sudah tengah malam, siaran langsung TVRI terhenti. Tidak ada jalan lain untuk memantau sidang, kecuali masuk ke dalam gedung).

Saya sempat bertengkar lama dengan petugas keamanan—sekitar 15 menit-- sebelum akhirnya, dari dalam terdengar palu sidang diketok lagi untuk diskors. Ternyata ketika saya bertengkar dengan keamanan, Wahyu berhasil menyelinap masuk. Erdian dan Andi menguping di pintu gedung, sementara saya negosiasi. Kami berlarian ke pintu keluar gedung untuk mencegat ketua-ketua fraksi.

Apa yang saya lakukan kemudian? Hal pertama yang terlintas adalah; this is the last minute! Think fast! Think fast!

Kita harus tahu apa yang terjadi. Saya koordinasi dengan temen-temen TNR lain. Andi ke Golkar, Erdian ke PPP, Wahyu ke PKB. Saya ke PDIP.

Saya pikir aktornya pasti dari fraksi besar. TNI siapa? Sudah ada satu anak koran, Fikri. Yang berputar di kepala saya, adalah beberapa kemungkinan; koalisi tentara, PDIP dan PKB. Golkar berbalik dan ikut mendukung TNI. Amien Rais menskors sidang, dan melanjutkan besok. Malam ini, dia pergi ke Mega dan menemui Panglima. Besok, ribuan mahasiswa bayaran Fuad Bawazier akan datang lagi untuk mengecam tentara, Golkar, PDIP dan PKB.

Tapi apalah arti beberapa nyawa mahasiwa untuk koalisi sekuat itu? Amien Rais bisa terjungkal oleh manuver berbahaya ini…….

Tiba-tiba saya ingat; Tidak ada yang memantau Amien Rais! Kami berempat panik, Erdian lari ke lantai lima menuju ruang kerjanya. Kosong! Lantai tujuh, di sana ada ruang pertemuan. Kosong! Erdian kembali dengan wajah tegang dan keringatan.

Sret, ada informasi, Amien di ruangan sidang. Saya lari ke lantai 3 dan benar! Ia tidak beranjak dari kursi pimpinan sidang! Ia tetap duduk di sana, sambil tersenyum dan ngobrol dengan Agus Widjojo.

Saya mulai merasa ada hal yang tidak wajar di sini. Ada bau aneh di sini. Kenapa Amien begitu tenang? Ada apa? Kenapa Fraksi Reformasi tidak mengadakan rapat? Mereka malah merokok dan ketawa-ketiwi di luar sidang.

Saya turun lagi ke ruang fraksi PDIP. Suasana di dalam kelihatan tegang. Insiden Amien itu, jadi terlupakan, saya ikut-ikutan tegang. Saya mencoba berpikir lagi, ada tujuan apa dibalik ini? Siapa yang harus saya tanya? Apa yang harus saya korek?

Skenario pertama, sidang Paripurna tidak kuorum, karena semua fraksi butuh waktu untuk rapat internal lebih lama. Sidang dilanjutkan besok. Asumsinya, semua fraksi yang ngotot memasukkan pembentukan Komisi Konstitusi ke dalam UUD, akan tetap maju dan tidak ada solusi jalan tengah yang bisa ditawarkan.

Andi dan Erdian yang memantau fraksi Beringin, memberi info; Golkar kontak dengan Panglima TNI. Mencoba melunakkan sikap TNI. Saya perkirakan lobi Golkar akan gagal. Endriartono terlalu keras kepala untuk dilobi. Dia bukan ketua partai. Dia jenderal lapangan. Fraksi TNI akan bersikeras dengan usulannya.

Apa motif tentara untuk mengobrak-abrik Sidang Tahunan di hari terakhir seperti ini? Saya berpikir keras; balas dendam karena kursi tentara di parlemen, dihapuskan? Ingin kembali ke panggung kekuasaan?

Pukul dua dinihari, sidang akhirnya dimulai kembali.

Sebelum sidang, teman saya yang anggota MPR dari PDIP mendekati dan membisiki saya, bahwa enggannya tentara menerima amandemen adalah untuk menciptakan instabilitas, sehingga mereka bisa masuk lagi ke gelanggang politik. “Banyak teman di PDIP yang tidak sadar, karena mereka terlalu bodoh!” kata teman saya, sambil terus menghisap rokok dalam-dalam.

Saya bersiap-siap menerima kemungkinan itu. Bahwa sidang akan deadlock dan dimundurkan beberapa hari. Ketegangan yang sama, saya yakin, juga ada pada wartawan lain yang meliput.

Tapi apa yang terjadi? Begitu sidang dibuka, Fraksi Tentara menarik usulannya. “Dengan ini, Fraksi TNI/Polri mencabut kembali usulan kami semula!” kata juru bicaranya.

Kami semua ternganga tak percaya. Jonny Sitorus, bekas anak TNR yang sekarang di Radio Trijaya bahkan sempat mengumpat, “Tentara sialan!” (Ternyata banyak dari kami –bahkan juga saya—mengharapkan sesuatu yang lebih “dashyat” dari ini. Mungkin pernyataan kudeta dari TNI.’ Atau serbuan Kopassus ke ruang sidang, hehehehe………)

Pertanyaan yang kesekian muncul; ada apa ini?

***
Seusai sidang, saya terhenyak. Ada sebuah kalkulasi politik yang belum sempat saya hitung, terjadi di depan hidung saya. Tak mampunya saya membaca kalkulasi itu, karena saya tidak punya cukup informasi untuk menarik sebuah kesimpulan di saat yang menentukan.

Bagian terpenting dari drama sepanjang malam kemarin, ternyata terjadi di rapat lobi antar fraksi di gedung kaca. (Saya baru tahu, sesudah semua ini selesai…)

Di sana, tentara diancam; kalau meneruskan usulan itu, akan ada penolakan besar dari kelompok Islam di tanah air. Fatwa menggebrak meja. Panigoro mengancam ia dan Fraksi PDIP, akan meladeni apapun maksud di balik usulan itu. Seorang pimpinan MPR dari Bulan Bintang, bahkan mengaku siap dipenjara oleh tentara, karena setelah ini, dia akan menggalang perlawanan di masyarakat.

Dengan tekanan sekuat itu, TNI menghitung kembali kartunya, dan akhirnya menyerah.

Tapi, saya masih penasaran. Kenapa PDIP, Golkar, PPP dan barisan politisi sipil ini –kecuali PKB—bisa satu barisan menantang tentara? Mereka mencium gelagat apa?


Kenyataan bahwa Amien Rais duduk tenang-tenang di kursinya ketika fraksi lain kelimpungan, membuat saya menduga ada sesuatu yang lebih dalam. Apakah dia yang menyiapkan skenario ini? Untuk memperbaiki citra militer? Untuk membuat mereka kembali ke barak dengan kepala tegak?

Apakah militer juga bermain? Menyiapkan sebuah ‘test case’, untuk melihat kematangan berdemokrasi orang-orang di MPR?

Apakah militer tertipu? Oleh siapa? Mungkinkah oleh permainan dua kaki PDI Perjuangan? Yang sebagian menolak amandemen, sebagian menerima? Apakah tentara termakan bujuk rayu kelompok Taufik Kiemas untuk meminta Komisi Konstitusi yang lebih kuat, sehingga niat mereka untuk menggagalkan amandemen tercapai?

Saya tidak tahu. Kepala saya pusing, setelah sidang paripurna yang menyisakan banyak pertanyaan.

Satu yang jelas, saya sudah ditipu anggota-anggota MPR sialan itu.




posted by wahyu.dhyatmika 6:51 AM

favoritku puisi Bagja Episode bagian I. Keren....
posted by wahyu.dhyatmika 4:38 AM

Anyer: 00.30 WIB (10/08/02)


Gelap pekat bagai selubung yang membungkus mata
......
Debur ombak bagai pukulan menghantam dada
......
Lidah-lidah ombak berkejaran bagai kenangan yang terus berputar di otak
Mengantar kabar dari kerlip-kerlip lampu nelayan di tengah sana
......
Sepi, sunyi dan gelap, mengikat hati rusuh yang mencari jawab
Tak kutemui itu karena asa tlah tak bertuan.
Aku kini sendiri
.....


posted by yura 3:13 AM





blog TOELIS, diisi oleh beberapa manusia. jika berminat untuk ikut menggunjingkan, menumpahkan, membumikan, atau mengumpatkan apa saja silakan kirim email ke anfus@frogshit.com dengan subject: ruang tulis